Easter Dress

Minggu, 30 Maret 2014

perjalanan seberkas angan menjadi seorang penulis

         Aku mulai senang menulis sejak SD tetapi pada saat itu aku hanya sekedar iseng - iseng, hanya jika ingin menulis maka aku akan menulis terutama menulis puisi, bahkan aku tidak pernah menyimpan setiap karyaku.

        Saat SMP kesenangan menulisku semakin membabibuta hingga aku mulai berkeinginan untuk menjadi seorang penulis, hal ini juga dilatar belakangi oleh perjalanan hidupku. Pada saat itu aku mengalami perpisahan dengan orang - orang yang aku sayangi mulai dari kakek nenekku hingga teman - temanku karena harus pindah ke luar kota, tentu saja beradaptasi dengan tempat yang baru itu tidak mudah hingga perasaanku yang masih labil itu membawaku untuk terus menulis apa yang aku rasakan. Sayangnya aku tidak pernah mendapat bimbingan tentang kepenulisan bahkan bisa dibilang aku buta informasi tentang tata cara menulis yang baik. Saat itu tulisanku masih sangat polos karena kurangnya pengetahuan.

          Ketika itu aku mulai menulis cerpen gara - gara sering dicurhati teman tentang kisah percintaannya. Akhirnya aku mencoba menuangkan segala inspirasiku kedalam cerpen dan mencoba menulis lebih kompleks lagi dalam bentuk novel. Saat itu aku hanya mengikuti kesenangan dan ambisiku saja sebab tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam bercerita tentang sebuah kehidupan. Awalnya mimpi itu begitu sempurna, aku sudah menghasilkan karya yang bisa dibilang cukup banyak namun aku tidak pernah mempublikasikannya karena aku seorang anak yang pemalu dan takut mendapat komentar yang tidak baik jika mempublikasikan karyaku. 

        Sepertinya takdir baik belum berpihak padaku, ketika itu penulis belum menjadi jalanku. Komputer tempatku menyimpan seluruh karyaku rusak dan harus diinstal ulang hingga seluruh karyaku hilang tanpa sedikitpun bekas. Rasanya aku ingin menyerah karena kenyataan yang begitu menyedihkan ini.

      Waktu membawaku di kelas 3 SMP, aku harus menghadapi ujian nasional. Akupun meninggalkan sejenak rutinitas menulisku selain itu karena aku juga merasa kecewa dengan hilangnya seluruh karyaku. Masa SMApun menyapaku, rasanya aku ingin kembali menulis dan melupakan kekecewaanku terhadap karya yang hilang itu, lagi - lagi kesempatan baik belum datang padaku. Saat SMA aku aktif dalam kegiatan organisasi hingga tidak ada waktu untuk menulis, aku hanya menulis untuk kepentingan organisasiku saja dan apresiasi teman - temanku cukup membuat aku berbunga - bunga. 

      Hingga takdir membawaku kedalam kisah percintaan yang harus aku lalui. Banyak peristiwa yang belum pernah aku alami saat itu. Jatuh bangun dalam dunia percintaan semakin menginspirasiku untuk menulis. Saat itu akhir kepengurusanku di organisasi tepat aku kelas 3 SMA aku mulai memiliki waktu luang yang cukup.

      Aku mulai mengawali kembali rutinitas menulisku. Tulisan pertamaku saat itu adalah sebuah puisi tentang perjalanan cintaku bersama seorang laki - laki yang sangat aku sayangi. Puisi itu memang aku buatkan khusus untuk dia. Aku mulai berani meminta pendapat pada teman - temanku. Bahagia rasanya saat mendengar komentar mereka  bahwa tulisanku bagus dan mereka mengatakan bahwa aku berbakat. Mereka juga sangat mendukung mimpiku untuk menjadi seorang penulis. Akupun mulai aktif mengirim karyaku ke berbagai media meskipun belum ada yang berhaasil karena aku sendiri tidak tau apakah akun itu benar atau tidak (alias bondo nekat) hehehe...

     Jalan masih panjang, akupun lulus dari SMA dan kini aku harus memilih jalanku untuk melanjutkan kuliah. Cita - citaku menjadi seorang psikolog tak direstui orang tuaku terlebih solat istikharahku juga memberi jawaban yang tidak baik. Akupun mengikuti keinginan orangtuaku untuk menjadi seorang perawat. Saat memilih program study aku memiliki kesempatan untuk memilih 2 universitas dengan masing - masing dua prodi. Sebenarnya aku ingin sekali memilih sastra indonesia dalam salah satu pilihanku tetapi lagi - lagi orangtuaku tidak merestui.

     Akupun berpikir bahwa jika aku kuliah jurusan perawat aku masih bisa menjadi seorang penulis tetapi jika aku kuliah jurusan sastra indonesia aku tidak akan bisa mewujudkan harapan orangtuaku untuk aku menjadi perawat.
     
     Jalan Tuhan memang slalu lebih indah dari setiap rencana manusia, saat aku menjalani tes kesehatan ketika memasuki perguruan tinggi, aku bertemu dengan anak jurusan sastra indonesia. Kami mulai mengobrol dan bertukar pengalaman. semenjak saat itu kita tidak lepas komunikasi. Banyak yang bisa aku gali dari gadis itu. dia memiliki informasi yang cukup banyak tentang kepenulisan serta berbagai penerbit via online.

     Mulai saat itupun aku mulai aktif dalam dunia kepenulisan. Menjadi seorang mahasiswa dan tetap menjalani hobiku menulis tidak pernah menjadi beban untukku. Kegigihanku mulai membuahkan hasil meskipun begitu aku masih harus banyak belajar karena pengetahuanku yang belum cukup luas di dunia kepenulisan. Aku belum mengukur keberhasilanku dari royalti sebab saat ini bagiku karya dan namaku dimuat disebuah media saja sudah merupakan royati paling tinggi yang aku dapatkan. 

       Menjadi seorang mahasiswa juga menunjang hobiku dalam dunia kepenulisan, aku pernah meraih juara 1 menulis puisi dan puisiku dimuat dimajalah fakultas selain itu puisiku juga pernah dibacakan dihadapan seluruh angkatan di sebuah acara di fakultasku.

      Aku masih memiliki mimpi untuk bisa menulis novel kisah nyata sahabatku yang masih dalam proses dan akupun bisa menjadi seorang penulis profesional. Semoga anganku bukan hanya sekedar angan tetapi juga dapat terwujudkan. Amiiin :)))

puisi saat aku berpisah dengan orang - orang yang aku cintai

coretan puisi saat aku jenuh karena prestasiku yang mulai turun

puisi saat aku merindukan sahabat - sahabatku ketika jarak memisahkan kami

saat kerinduanku tak terbendung pada desa tempatku dibesarkan

semua foto ini adalah jejak kepolosan tulisanku saat berusia 13 tahun dan mulai merangkai mimpiku menjadi seorang penulis :))




Jumat, 21 Maret 2014

puisi :))



                           JATUH
                 oleh : dewi permata 
Sampai kapan aku merajam diriku seperti ini
Terus berjalan diatas jalan ketidakpastian
Hatiku bergelombang gelombang tak tentu arah
Mengikuti arah angin yang terus berhembus

Tak mengerti harus kemana kaki ini melangkah
Harus kemana tatapan mata ini tertuju
Yang ada tinggallah duka dipelupuk mata
Sanubari ini mulai mengering terbawa waktu

Sekian lama aku menari diatas awan
Tapi seiring berjalannya sang waktu
Awanpun akan terpisah dari kumpulannya
Hingga tempatku berpijak menghilang

Dan jatuhlah aku kembali
Kedalam lembah hitam serabut mimpi

Selasa, 18 Maret 2014

cerpen :))

cerpen ini pernah saya ikutkan lomba tapi belum beruntung untuk menjadi yang terbaik. silahkan baca :)



CINTA DI TAPAL BATAS
oleh : Dewi Permata
Bicara tentang Rio memang selalu merubah suasana, tak terkecuali suasana hati yang selalu terasa berbeda. Entah ini apa?. Aku masih meraba – raba apa benar ini yang dinamakan cinta?. Begitu jauh aku menelisik otakku hingga bagian yang paling dalam, namun aku tidak menemukan jawabnya, masih tidak mengerti maksud semua ini. Aku memang lemah jika dalam urusan percintaan. Rio adalah laki – laki luar biasa yang banyak memberi pelajaran kepadaku tentang cinta. Meski hingga saat ini aku belum menemui makna cinta yang sufi itu.
***
            “ Aku mau makan…. “ Ucap Rio yang belum selesai mengutarakan maksudnya.
            “ Nasi goreng ayam nggak pake sayur  sama jus jeruk “ Selaku dengan wajah berbinar.
            Dengan penuh keheranan Rio menyambung pernyataanku. “ Hah iya, kamu kok tau aku mau pesen apa “.
            “ Ya dong, apa sih yang aku nggak tau tentang kamu “ Aku mulai menggodanya dengan candaan yang semakin menghidupkan suasana.
            “ Ini yang bikin aku sayang sama kamu “.   Sambung Rio sambil tersenyum kepadaku dan langsung pergi untuk memesan makanan untuk kita berdua.
            Aku hanya tersenyum, dan terus mengendalikan setiap rasa yang hinggap di ruang – ruang hatiku.
            Sambil makan Rio mengajakku berdiskusi mengenai tugas resume biologi yang didapat dari sekolah.
            “ Za, lihatin resumeku dong, menurutmu ini ada yang perlu ditambahin nggak?. Ucap Rio sambil menyodorkan sebuah buku tulis miliknya padaku.
            Aku mulai membuka lembar demi lembar buku milik Rio sambil sesekali meminum jus alpukat yang ada di hadapanku. Tiba – tiba mataku tajam menatap pada  secarik kertas yang terselip dalam buku Rio. Tanpa seizin Rio, mataku terus berjalan mengikuti alur tulisan yang ada dalam kertas itu.
            Aku melihat Rio sedang asik dengan makanannya, namun aku mencoba memberanikan diri menanyakan tulisan indah dalam bentuk puisi itu pada Rio.
            “ Rio…” Suaraku pelan membuat Rio sejenak melupakan makanannya.
            “ Kenapa za, resumeku ada yang kurang ya? ”.
            “ Hemm enggak kok, tapi aku mau tanya ini “. Aku menyodorkan secarik kertas berisi puisi cinta yang aku temukan. Perasaanku semakin bercampur aduk dan tak tau arah.
Dengan begitu gugup, Rio menjawab pertanyaanku. “ I.. iya itu puisi aku yang buat ”. Rio berusaha menutupi kegugupannya dengan tersenyum.
“ Kamu jawabnya kok gugup gitu?”. Tanyaku yang heran melihat reaksi Rio.
“ E… enggak, nggak apa – apa kok”. Jawab Rio yang semakin tak bisa menghilangkan gugupnya.
“ Sebenernya puisi ini mau aku kasih ke kamu, tapi kamunya udah nemu duluan”. Tambahnya dengan senyum lebar dan mulai bisa menghilangkan kegugupannya.
Aku hanya tersenyum mendengar jawaban Rio. Entah harus aku apakan rasa yang semakin merongrong batinku ini.
***
            Khanza, maaf ya aku nggak bisa anter kamu ke tempat lukis. Aku ada kerja kelompok sosiologi di rumah Evan .
            Sms Rio menghiasi ponselku sore itu. Aku memang tengah menunggunya yang berjanji untuk mengantarku ke sanggar lukis.
            Yaudah nggakpapa aku bisa minta jemput temenku kok.
            Jawabku dengan sedikit kecewa.
***
            “ Khanza, kamu masih inget nggak, seminggu yang lalu kan sapu tangan aku hilang “. Ungkap Rio sambil menatapku yang berdiri disampingnya.
            Aku hanya tersenyum dan mengangguk membalas tatapan Rio sambil menikmati desahan angin yang mengalun indah menerpaku di koridor sekolah lantai dua depan kelasku.
             Kemarin ada yang naruh sapu tangan di tasku, disitu ada tulisannya kalau itu buat aku”. Lanjutnya lagi dengan penuh keheranan.
            “ Oh iya? Siapa yang ngasih?”
            “ Aku juga nggak tau, tapi sebelum aku nemuin itu, aku keluar sama temenku dan aku juga sempet cerita sama dia kalau sapu tanganku hilang”.
            “ Hmmmm…”. Mataku mulai menerawang seolah menatap isi otakku.
            “ Mungkin dia kali yang ngasih gara – gara kasihan lihat aku bolak – balik  ngelap mulut pakai tangan soalnya kebetulan kemarin nggak ada tissue juga”. Rio mulai mengeluarkan buah dari perenungan tentang keheranannya.
            “ Iya bisa jadi sih “. Jawabku sambil menata senyum di bibirku.
***
Dua tahun telah aku lewati di masa SMA yang begitu banyak merubah hidupku ini, terlalu banyak kenangan indah disini termasuk setiap waktu yang telah aku habiskan bersama Rio. Namun, ada juga hal yang bikin aku…..
“Khanza, aku bawa buku kimiamu ya buat bikin daftar pustaka makalah kita“.  
   Suara gadis itu sudah akrab ditelingaku. Aku menoleh kearahnya dan menghentikan aktifitasku memasukkan buku ke dalam tasku.
“Iya bawa aja nggakpapa”. Jawabku sambil tersenyum.
Tapi…. tiba – tiba bibirku menjatuhkan senyuman yang menyeringai dibibirku ketika aku melihat sesosok laki – laki yang sudah tak asing lagi dalam kehidupanku. Rio, ya dia berjalan menuju mejaku, namun aku tau dia bukan datang untukku. Matanya tertuju pada gadis yang berdiri di hadapanku, tangannya menggandeng tangan gadis itu yang kini mengisi ruang dihatinya dan  segera mengajaknya pulang.
“Aku pulang dulu ya za”. Pamit Rena kepadaku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku sambil melontarkan senyum yang kian aku paksakan. Wajahku mulai terasa basah, bukan karena peluh tapi karena embun di mataku mulai berjatuhan mamandang hal yang merajam hatiku. Apa yang aku lihat saat ini seperti belati yang siap menyayat – nyayat setiap detakan jantungku.
Aku dapat membaca wajah Rio yang penuh dengan kebimbangan, Ia pergi bersama Rena tanpa sepatah katapun yang diucapkan padaku. Namun, sesekali aku melihat dia menoleh ke arahku sambil terus berjalan bersama Rena meninggalkan ruang kelasku.
***
Rio, dia memang selalu begitu. Ketika tidak ada Rena, sikapnya padaku selalu sama ketika sebelum ia pacaran dengan Rena. Itu yang membuat aku sulit melepaskan dia. Lebih sialnya lagi, kelas 3 ini aku harus satu kelas dengan Rena dan satu kelompok dalam tugas kimia, dia tak ubahnya orang ketiga diantara kami, tetapi hatiku selalu tak pernah mampu menyalahkannya karena dia tidak tau yang sedang terjadi antara aku dan Rio saat itu.
Ah, sudahlah aku harus melupakannya. Gerutuku dalam hati.
Tepat ulang tahun Rio yang ke – 18, aku ingin mengutarakan perasaanku selama ini sebelum aku benar – benar melupakannya. Kado sederhana aku berikan padanya bersama dengan sebuah tulisan yang berisi perasaanku selama ini.
Dear Rio,
Aku tak ingin mengganggumu, aku tau kamu sudah bahagia dengan pilihan hatimu. Aku hanya ingin mencurahkan secercah perasaan yang masih tersimpan untukmu. Memang menyakitkan ketika kamu tak menepati janjimu untuk menyatukan perasaan kita. Namun, tak apa lah ini juga salahku. Aku selalu menutupi perasaanku, aku tak pernah jujur sama kamu.
Dulu, aku pernah menemukan puisi yang terselip di bukumu yang kemudian kamu berikan padaku. Aku tahu sebenarnya itu bukan buat aku kan? Aku melihat inisial R dibalik puisi itu sementara inisial namaku adalah K. Lalu, kamu pernah membatalkan janji mengantarku ke sanggar lukis, kamu bilang kamu mau kerja kelompok di rumah Evan, padahal sebelum ke sanggar lukis aku sempat ke minimarket dan aku bertemu Evan disana, dia bilang nggak kerja kelompok sama kamu, entah sebenarnya kamu pergi kemana?. Sampai saat itu aku tetap diam. Yang ketiga, sapu tangan yang kamu temukan dalam tasmu sebenarnya dari aku, tapi kamu mengira itu dari teman kamu dan aku tau teman yang kamu maksud adalah Rena kan?. Tapi aku terlalu bodoh dengan membiarkanmu terus seperti itu tanpa memberi kejelasan pada hubungan kita. Hingga pada akhirnya kamu memilih Rena untuk menjadi pendampingmu.
Semua sudah terlanjur terjadi, aku harus melupakanmu dan merelakanmu bahagia bersama Rena. Terimakasih untuk kebahagiaan yang pernah kamu ciptakan untukku
     Ttd
Khanza
***
“Khanza aku sudah baca tulisanmu”. Sejenak Rio terdiam menghentikan ucapannya.
“Maafkan aku Za semua sudah terlanjur terjadi, apa yang harus aku lakukan?. Aku menyayangimu tapi bagaimana dengan Rena?”. Rio mulai melanjutkan kata – katanya
Aku melihat mata Rio mulai menitihkan airnya.
            “Sudahlah Rio aku nggakpapa”. Aku mencoba terlihat tegar.
            Rio mengatupkan bibirnya yang mulai kehabisan kata – kata lalu meraih tubuhku dan memelukku. Aku merasakan hangatnya air mata Rio yang membasahi pundakku, akupun mulai merasakan magnet air matanya yang mulai menular padaku. Sesekali aku menghapus air mataku, hingga tak berbekas.
“Kita fokus dengan ujian kita aja ”. Aku melepas pelukannya dan mencoba menjaga senyumku.
***
            Hari ini tepat hari ketiga di tahun ini, namun tetap saja nggak ada bedanya. Bentangan sejauh Surabaya Jogjakarta tak membuat sekeping hati ini berpindah, bahkan guliran angka tahun yang selalu bertambah tidak membuat semuanya berhenti, segala batasan yang ada tak pernah bisa menghilangkan setitikpun rasa cintaku. Sepertinya hati ini tak mempedulikan cibiran dari ribuan bibir yang selalu ingin menghentikan rasaku. Aku tahu mereka benar, namun ketika hati sudah bicara, aku bisa apa?.
            “Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan Za”. Ucap Nana sambil memelukku.
            “Iya Na, aku lega bisa cerita sama kamu, memang setelah ujian dia putus dengan Rena dan mulai dekat lagi sama aku, tapi sejak memasuki masa kuliah dia berangkat ke jogja dan sampai saat ini aku nggak tau lagi kabarnya bagaimana”. Aku mulai melepaskan pelukan Nana.
            “Kamu pasti bisa mendapatkan yang lebih baik dari dia Za”. Hibur Nana.
            Aku menarik panjang nafasku dan pasrah dengan keadaan. Entah bisa atau tidak aku melupakannya hanya waktu yang bisa membuktikan dan cinta yang akan menjawabnya.