Easter Dress

Selasa, 20 Mei 2014

Mengabdi untuk Negri


            Rasanya tiada jalan yang tertutup untuk sebuah kemauan. Begitu pula dengan hal yang satu ini. Lagi – lagi mimpi kecil saya terwujud satu persatu, kali ini Mapanza yang mewujudkannya. Sebuah mimpi kecil untuk berbagi dengan anak – anak yang kurang beruntung di daerah Ambengan Surabaya, mereka tinggal di pinggiran rel yang sudah mati. Melihat daerah tempat tinggal mereka, saya terdiam dan berfikir bahwa sebuah hal yang tepat kami datang kemari.
            Kegiatan Penyuluhan Anak Jalanan ini adalah proker dari divisi penyuluhan yang paling saya tunggu. Salah satu proker yang membuat saya tertarik di dalam organisasi ini. Acara hari minggu kemarin (18/05) membuat saya mengukuhkan hati bahwa ini adalah benar – benar hal yang sangat saya tunggu. Hati saya bahagia campur terharu dan campur macem – macem. Sebelumnya saya sempat shock karena tempat yang diberikan pada kami sangatlah kecil dan jumlah anak – anak membludak dari 35 orang menjadi 70-an anak. Sudah pasti kami kesulitan untuk menenangkan anak – anak yang begitu banyak dan kebanyakan tingkahnya, apalagi saat kami memberikan makanan maka seketika itu juga makanan itu habis diperebutkan oleh mereka. Sebuah hal yang sangat melelahkan.
            Ada hal yang membuat saya terharu dan hampir menitihkan air mata, ada salah seorang anak datang dan duduk di sebelah saya saat disela – sela acara. Dia mengajak saya berkenalan dan kami sempat mengobrol menegenai kehidupannya. Wajah kecil itu bernama Sekar Arum, dia bercerita pada saya bahwa seharusnya sekarang duduk di bangku kelas 2 SD tapi karena tidak naik kelas akhirnya dia masih duduk dibangku kelas 1 SD. Ketika saya tanya alasan mengapa tidak naik kelas beginilah jawabannya “aku nggak pernah punya waktu belajar kak soalnya bantu ibu jualan koran”. Dia juga menyebutkan tempat dimana ia dan ibunya berjualan tapi saya lupa karena saya juga tidak tau daerah itu. Dia juga bercerita bahwa ayahnya bekerja sebagai tukang becak. Saya terdiam dan bingung harus mengatakan apa, akhirnya saya hanya bisa berpesan, apapun kondisinya jangan pernah berhenti belajar, saya tau kamu anak pintar, buat ibu sama bapakmu bangga ya sayang.
            Ada lagi saat saya memberikan materi penyuluhan pada mereka, namanya anak – anak minoritas mereka hidup dalam pendidikan moral yang ala kadarnya. Saat itu kebetulan anak – anak yang berada di kelompok saya perempuan semua. Namun, jangan dibayangkan bahwa mereka adalah anak – anak yang pendiam dan penurut. Mereka sangat hiperaktif, bukan hiperaktif tingkah lakunya tapi hiperaktif ucapannya. Kata – kata kasar tak pernah jauh dari bibir mereka, itu yang membuat saya berfikir keras bagaimana caranya memasukkan materi tentang sopan santun kedalam materi kenakalan remaja yang sudah saya persiapkan. Lepas dari itu, mereka tetap anak – anak Indonesia yang memiliki mimpi besar untuk tetap bersekolah sampai jenjang yang paling tinggi. Saat saya tanya cita – cita mereka kebanyakan ingin menjadi Guru dan Polisi namun, lingkungan telah membuat mereka mengerti persoalan yang dihadapi keluarga mereka. Saat itu juga mereka mengatakan “gak isok sekolah dukur mbak, gak duwe duit”. Ya, itu memang persoalan klasik yang dialami Indonesia, namun saya tak lantas diam saja, saya mencoba memberi motivasi pada mereka bahwa mereka tetap bisa bersekolah dengan beasiswa dari pemerintah dengan syarat belajar yang tekun dan berprestasi tidak lupa menjaga sopan santun pada oaring tua dan orang lain.
            Lepas dari segala perasaan yang campur aduk itu, saya merasa bahagia saat ada salah satu anak yang sudah saya beri materi, ketika saya pulang dia mengatakan “terimakasih ya mbak sudah ngajari kita”. Kata – kata sederhana itu membuat saya berfikir bahwa apa yang saya ucapkan tidak masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Ada lagi yang membuat saya bahagia, saat saya dan teman – teman mapanza bisa menghibur mereka dan membuat mereka tertawa dengan drama yang kami tampilkan. Bahkan mereka sampai memanggil saya bunda seperti peran yang saya mainkan didalam drama.
            Hal ini takkan pernah terlupakan oleh saya, berharap kita semua dapat berjumpa lagi di lain kesempatan. Atau suatu saat nanti jika mereka telah meraih segala cita – cita mereka. Indonesia memiliki asset yang luar biasa sebagai generasi penarus Bangsa ini. J

            

Aku dan mimpiku


            Setelah sekian lama berangan – angan bisa terjun ke masyarakat dan berguna untuk mereka, di kampus tercinta ini banyak sekali jalan untuk menuju kesana. Meskipun awalnya sangat sulit untuk bisa menembus jalan itu, tetapi aku selalu percaya akan ada jalan jika ada kemauan yang kuat. Berawal dari kecintaanku pada PMR setelah itu aku ingin melanjutkan di KSR namun, Tuhan yang Maha Tau belum mengizinkan saya untuk menuju kesana. Lalu, ada mapanza saya ingin sekali masuk dalam divisi penyuluhan disana, lagi – lagi Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah dari apa yang aku rencanakan.
            Hampir menyerah dan putus asa, tapi sungguh jalan masih terbuka lebar untukku, tidak ada jalan yang tertutup untuk sebuah niatan mulia. Ketika itu ada oprec BEM Fakultas, dalam benak saya hanya ada satu departemen dimana saya bisa mewujudkan cita – cita saya selama ini. Departemen Sosial ya, itu dia. Saat itu saya mendaftar Departemen Sosial dan Media Jurnalistik karena kecintaan saya dengan dunia kepenulisan. Disinilah Allah kabulkan doa saya selama ini. Tergabunglah saya di Departemen yang luar biasa ini.
            Sebuah hal yang tadinya hanya ada di mimpi saya sekarang mulai ada yang terwujudkan. Terjun ke masyarakat itulah mimpi saya sejak saya duduk dibangku SMA. Sebuah kegiatan kecil yang bernama “TENSA – Tenda Kesehatan” yang membuat saya merasa, ini adalah mimpi saya yang begitu sulit untuk saya dapatkan sebelumnya, TENSA ini adalah sebuah kegiatan pemeriksaan kesehatan yang murah meriah mulai dari tes tekanan darah hingga gula darah dengan harga yang sangat miring. Mungkin bagi sebagian orang yang tau tentang kegiatan ini, dibenak mereka ini bukan apa – apa selama kita kuliah di bidang kesehatan pasti bisa melakukannya. Bagi saya bukan itu point terpentingnya, melainkan sebuah proses untuk menuju kesana dan saat saya melihat para pelanggan yang datang ke stan kami itu adalah kebanggaan tersendiri untuk saya. Saat saya melihat mereka mendapat health education meskipun bukan dari saya, tapi saya cukup puas dengan kegiatan ini.
            Setelah itu ada coint for caring yang PJnya adalah saya sendiri. Mungkin orang melihat ini sepele, hanya meminta sumbangan di kelas – kelas untuk setiap kali ada berita duka. Bagi saya ini adalah luar biasa bukan besar kecilnya tugas yang saya jalani tapi seberapa besar manfaat dari yang saya lakukan ini. Berbagi kepada mereka yang membutuhkan bantuan, bahkan pada yang jauh yang saya tidak pernah kenal mereka yaitu bencana kabut asap di Riua meski sempat terkendala penyaluran pada akhirnya bantuan kecil itu sampai juga bagi para koeban kabut asap. Itu merupakan setetes kebaikan dari warga Fakultas Keperawatan yang berhasil saya salurkan pada mereka yang membutuhkan. Masih ada lagi FKp mengajar dan Bakti Sosial yang masih coming soon.
            Begitu banyaknya jalan untuk berbuat kebaikan , ini adalah mimpi kecil saya “berbagi”. Sudah selayaknya saya mensyukuri nikmat yang  Tuhan berikan pada saya. Terimakasih untuk jalan yang begitu indah ini