Easter Dress

Jumat, 26 Desember 2014

Ketika Tawa Mereka adalah Harapan Kami

Barakallah akhirnya saya kembali dengan janji saya, akhirnya dapat berjumpa dengan farewell fkp mengajar dan yang menjadi penutup dari kegiatan depsos di akhir tahun yaitu bakti sosial.
Setelah berbulan – bulan mengabdikan diri untuk anak – anak negri asuhan dari rumah pintar matahari di daerah jembatan merah, kini usai sudah serangkairan belajar mengajar serta bermain dengan anak – anak yang begitu luar biasa ini.  Lelah, emosi, canda dan tawa bersama mereka takkan terlupakan dan akan menjadi pengalaman berharga untuk saya kedepan. Ketika mereka jauh dari perhatian pemerintah, sungguh masih banyak yang peduli dengan nasib mereka, salah satunya kami keluarga Departemen Sosial BEM Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang bergerak dalam bidang sosial dimana salah satu program kerja kami adalah FKp Mengajar. Saya akui apa yang kami lakukan begitu sederhana, memang tak mampu merubah seketika kondisi anak – anak disana, tak mampu mewujudkan cita – cita mereka seketika, tak mampu merubah sifat buruk mereka dalam sekejap. Namun, saya yakin sekecil apapun itu pasti ada yang melekat dalam diri mereka. Begitupun sang pemilik kehidupan, Dia menghargai sekecil apapun usaha yang dilakukan hamba-Nya. Satu hal yang saya yakini sejak dulu, tiada jalan yang tertutup untuk sebuah kebaikan.
Kami hanyalah salah satu komunitas yang peduli, saya yakin di luar sana masih banyak komunitas – komunitas lain yang melakukan kegiatan seperti kami. Meski mereka adalah anak – anak yang kurang beruntung dalam kehidupannya namun mereka juga layak untuk bermimpi. Bercita – cita sesuai dengan hati nurani mereka, membanggakan dan membahagiakan orang tua mereka. Mereka juga memiliki semangat yang sama seperti anak – anak sesuai dengan usia mereka. Meskipun terkadang tak dapat dipungkiri perilaku mereka tak seperti anak – anak yang beruntung mendapat hidup serba berkecukupan. Kenakalan mereka mungkin dapat dianggap wajar karena lingkungan yang membesarkan mereka memang begitu keras. Namun, itulah tugas kita, tugas untuk mendidik mereka. Mereka membutuhkan orang – orang seperti kita.
Meski demikian, terkadang wajah teduh anak – anak itu seperti tak menampakkan segala kesulitan hidup mereka. Mungkin saja mereka tak mengerti betapa kerasnya kehidupan mereka dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya. Mereka menikmati hari – harinya dengan tawa, dunia mereka adalah bermain. Hidup mereka adalah bermain atau mungkin beberapa dari mereka ada yang merasa iri dengan anak – anak lain yang lebih beruntung, namun mereka hanya diam dan terus melanjutkan hidup mengikuti arus waktu yang menyeret mereka.
Mereka adalah anak – anak hebat dan luar biasa, mereka hanya memerlukan pendidikan yang layak, bukan hanya pendidikan formal matematika, IPA ataupun IPS namun mereka juga perlu mendapat pendidikan moral agama dan psikologis yang jauh lebih penting untuk kehidupan mereka kelak.
Berbulan – bulan kami mengajar di tempat ini dengan berbagai pelajaran yang telah kami berikan pada mereka. Di akhir kegiatan kami, agenda kami adalah bermain, berbagi hadiah, berbincang tentang cita – cita dan yang paling penting evaluasi dari kegiatan kami adalah pemilihan perawat cilik yang diberikan kepada anak yang menurut kami paling baik ketika proses belajar mengajar.
Itulah keseruan kami dalam penutupan FKp Mengajar tahun 2014 ini. Meski lelah dengan pengabdian ini namun melihat anak – anak tertawa bahagia bersama kami cukup menjadi penghilang penat saat mempersiapkan segala kegiatan ini.
Dari FKp Mengajar lanjut ke kegiatan penutup kami yaitu Bakti Sosial. Kali ini kami memilih lokasi di Kampung 1001 Malam. Sebuah kampung dibawah Tol Dupak – Perak. Jika dilihat dari lokasinya memang layak kami melakukan Bakti Sosial di tempat ini. Untuk sejarah dan kisah kampung ini mungkin bisa dilihat dalam berita berikut ini. http://m.ayogitabisa.com/berita-gita/nasib-anak-anak-pemulung-dan-pengemis-di-kampung-1001-malam.html  atau http://beritasurabaya.net/index_sub.php?category=2&id=8242
Meski banyak rintangan untuk mencapai tempat ini, mulai dari perijinan yang begitu sulit, tempat yang jauh serta akses yang sulit kami tetap bersemangat untuk tetap memilih tempat ini sebagai lokasi Bakti Sosial kami. Tempat ini dapat diakses melalui tiga jalur. Pertama, dengan naik perahu menyeberangi sungai yang super duper kotor, airnya yang hitam, sampah dimana – mana dan bau yang menyengat. Kedua, kami dapat melewati sebuah pasar dan berujung gang sempit menuju kampung tersebut. Kedua jalur tersebut memaksa kami untuk melewati lorong tol untuk sampai di tempat kami mengadakan acara. Kamipun harus merunduk ketika melewati jalur ini, sudah pasti sulit untuk membawa barang – barang kami yang begitu banyak. Akhirnya, kami menggunakan akses ketiga, berhenti di jalan tol untuk menurunkan barang – barang dan rombongan kami yang tidak sedikit. Tapi jangan dikira kami melanggar rambu – rambu untuk tidak berhenti di jalan tol. Kami sudah bekerjasama dengan pihak jasamarga untuk menurunkan barang – barang di jalan tol.
Segala perjuangan itupun terbayarkan karena acara yang kami adakan berjalan lancar sesuai dengan rencana. Tak ada suatu masalah yang berarti yang kami hadapi disana. Warga kampung 1001 Malam begitu ramah menyambut kehadiran kami di tengah – tengah mereka. Acara yang melibatkan setiap angkatan di fakultas kami berjalan cukup meriah. Berikut  rangkaian acara kami.
Pertama, pemeriksaan kesehatan bagi lansia serta penyuluhan mengenai hipertensi , acara ini dipegang oleh angkatan 2012 dimana pemeriksaan kesehatan berupa cek Tekanan Darah, Gula Darah dan Asam Urat serta konsultasi gratis dengan pemberi konsultasi dari angkatan S2 Fakultas kami, begitupula dengan penyuluhan Hipertensi dengan pemateri juga dari S2.
Kedua, acara kami yaitu pemilihan balita sehat dan penyuluhan mengenai Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Acara ini dipegang oleh angkatan saya sendiri yaitu angkatan 2013 dengan pemberi materi dari S2. Acara ini berlangsung lancar hingga terpilih 5 balita sehat dengan juri dari mahasiswa S2, ketua BEM Fakultas Keperawatan dan perwakilan angkatan 2013 dengan berbagai kriteria penilaian.
Ketiga, yang tak kalah menarik yaitu penyuluhan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diberikan kepada anak – anak usia SD. Anak – anak terlihat begitu antusias dengan kehadiran kami disana, mungkin karena mereka jarang mendapati hal demikian. Acara PHBS ini dipegang oleh angkatan 2011 dengan pemberi materi dari angkatan mereka sendiri karena dinilai sudah cukup menguasai materi tersebut sebab mereka telah memasuki semester – semester akhir.
Menginjak acara yang terakhir sekaligus menjadi acara penutup dari serngkaian acara Bakti Ners di kampoeng Negri ini, yaitu pembagian sembako gratis. Sebelumnya kami telah membagikan kupon sembako kepada warga dengan dibantu ibu Lamijan selaku salah satu pengurus di Kampung ini. Acara berjalan dengan tertib sesuai dengan harapan.
Sedikit tambahan mengenai kampung ini. Meskipun tempatnya demikian, kampung ini telah berhasil menghasilkan karya sulam yang berhasil di ekspor sampai ke luar Negri. Menurut cerita dari Ibu Lamijan, dulu mereka dibina oleh istri rektor salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Surabaya. Dulu kampung ini memiliki banyak kader namun perlahan semua berkurang dengan sendirinya karena ketidaktelatenan warga. Menurut pengakuan Bu Lamijan, hanya tinggal beberapa saja warga yang bertahan membuat sulam rajut ini, mereka memasarkan hasil kerajinannya melalui internet yang telah diajarkan oleh Istri Rektor tersebut. Bu Lamijan sempat menuturkan, beberapa waktu lalu dipanggil oleh Lurah Krembangan mengenai karya dari warga kampung 1001 Malam (Kampung Tegal) tersebut. Menurut ceritanya, Lurah Krembangan tersebut baru tahu jika ada karya dari warganya yang telah dipasarkan secara international. Lebih mirisnya lagi, Ibu Lamijan juga mengutarakan pada kami yang waktu itu tengah berkunjung ke rumahnya, bahwa Ibu Walikota Surabaya sendiri tidak pernah tahu menahu mengenai kampung ini bahkan karya mereka juga tak pernah terdengar oleh Ibu Walikota. Sebelumnya kami juga sempat meminta sponsorship kepada pihak walikota mengenai acara ini namun sayang tidak ada respon positif dari pihak Walikota. Semoga setelah ini, Pemerintah semakin memperhatikan nasib rakyatnya yang seperti ini.
Itulah serangkaian kegiatan penutup dari Departemen Sosial BEM FKp yang amat saya sayangi yang telah memberikan saya tempat untuk mewujudkan sedikit demi sedikit mimpi kecil saya. Terimakasih untuk keluargaku DEPSOS 2014. I love you so much. Semoga tahun depan dapat lebih baik lagi, teruslah berbagi untuk Negri dan teruslah menjadi keluarga hebat untuk BEM di tahun – tahun mendatang. “We Love, We Share, We Care”.

Galery FKp Mengajar




peraih gelar perawat cilik











Galery Bakti Sosial 
Lokasi Baksos





Minggu, 08 Juni 2014

"with care to share" mereka juga layak bahagia :)

Sebuah diorama jejak harap karya anak merdeka. Kembali lagi bersama komunitas hebat yang telah melahirkan setitik cahaya untuk sebuah cita - cita sederhana, komunitas yang telah memberi harapan baru kepada ratusan anak Indonesia yang masa depannya hampir terancam. Mereka "Save Street Child", tepat hari sabtu kemarin (07/06) mereka merayakan ulang tahun yang ke-3 dengan tema "with care to share" sebuah pertunjukkan pentas seni yang digelar oleh pihak SSC yang diisi dengan penampilan anak - anak asuh mereka yang notebene adalah anak - anak jalanan di berbagai wilayah di Surabaya.
Inilah kemeriahan acara ulang tahun Save Street Child yang ke-3

Acara yang diselenggarakan di Balai Pemuda saat itu berhasil saya hadiri bersama sahabat saya lyntar yang telah memperkenalkan saya dengan komunitas ini dan juga teman - teman mapanza yang dulu kita juga pernah memberikan penyuluhan kepada anak asuh mereka. Alangkah bahagianya saya bisa bertemu dengan anak - anak yang dulu saya temui saat acara penyuluhan anak jalanan bersama MAPANZA dan acara Jumat Sehat milik komunitas ini yang pernah saya ikuti sebelumnya, mereka Tasya dan Sekar yang pernah saya ceritakan dalam postingan saya sebelumnya. Meskipun tak bisa bertegur sapa walau hanya sekedar say hello saya tetap bahagia bisa melihat anak - anak bangsa ini mempersembahkan sebuah penampilan yang keren bagi anak - anak dengan segala kekurangan seperti mereka. Tak lupa saat itu kami juga bertemu dengan kak Andy koordinator acara Jumat Sehat yang saya ikuti waktu itu.
Dari kanan : Carla, Saya sendiri, Kak Andy dan Lyntar

Dalam pentas seni ini ada yang membuat saya terkesan, sebuah komunitas pengamen jalanan yang bernama "lombok cilik" mengutarakan rasa terimakasihnya pada SSC ini. Mereka mengatakan bahwa mereka biasanya menyanyi diatas bus tapi karena SSC ini mereka bisa tampil diatas panggung yang bisa dibilang cukup megah. Namun sayang ada sebuah pernyataan yang membuat hati saya miris. Menurut pengakuan salah satu pengamen itu ia berusia 19th, dia hanya tamat SMP dan tak mau melanjutkan sekolah dengan alasan yang begitu klasik "malas".

Selain pentas seni diatas panggung ada juga pentas lukisan yang dilukis oleh komunitas ini sendiri saat acara ini berlangsung. Ada juga pendaftaran pengajar baru untuk mengajar bersama komunitas Save Street Child ini dengan pilihan berbagai tempat dan waktu. Semoga tidak ada halangan untuk saya bisa bergabung dalam upaya turut mencerdaskan kehidupan bangsa ini. 
Mereka melukis saat hingar bingar panggung sedang berlangsung

Lepas dari segala ketertarikan dan ketakjuban saya dengan SSC ini, ada lagi pernyataan salah satu pengurus SSC ini yang membuat saya turut menyayangkan seperti beliau. Saat itu beliau mengatakan bahwa mereka mendapat dukungan dari banyak pihak untuk acara ini namun yang paling diharapkan dari PEMKOT sendiri tidak ada respon padahal mereka berharap salah satu perwakilan dari pejabat Kota Surabaya bisa menempati kursi undangan yang telah disediakan dan memberikan sedikit tepukan tangan untuk penampilan anak - anak merdeka ini.

Semoga saya bisa berkontribusi pada acara - acara mereka selanjutnya dan saya doakan komunitas ini semakin besar semakin banyak relawan yang bergabung dan semakin banyak senyuman yang mereka ukir dari anak - anak kurang beruntung di wilayah Surabaya dan bisa meuas hingga di seluruh Indonesia :)

Narsisnya kami :

Dari kanan : Lyntar, Aam, Saya, Anang, Adan, Carla dan Anis

Dari kanan : Anang, Carla, Anis, Lyntar dan Saya


Dari kanan : Carla, Saya, Anis dan Lyntar

Ada 3 orang lagi yang tidak sempat terdokumentasikan, ada Aul, Alfian dan Derry :)))) 

Selasa, 03 Juni 2014

Arti Sebuah Keikhlasan

Malam itu aku  dan sahabatku lyntar berkeliling kota surabaya, eh jangan dikira kalau kita ini sedang jalan - jalan mengahabiskan uang. ada yang jauh lebih berarti dari itu. Jalan - jalan kali ini berbeda dari biasanya, Menikmati indahnya kota surabaya di malam hari memang sungguh menyenangkan apalagi kali ini kita hadir dengan orang - orang yang luar biasa. ya anak - anak jalanan. mendengar kata itu sudah pasti dibenak kita tersirat bahwa mereka adalah anak - anak yang kurang beruntung, hidup serba kekurangan dan seperti tidak memiliki kehidupan yang layak. ya, saya katakan itu benar maka dari itu saya banyak belajar dari mereka bahwa kita harus banyak bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini.
Acara kali ini aku dan lyntar bergabung dengan sebuah komunitas super yang memang baru saya jumpai kali ini, entah memang tidak ada sebelumnya atau memang aku yang kurang up to date  :D. Komunitas ini bernama Save Street Child yang diketuai oleh Mas Andy. Sebuah komunitas peduli anak jalanan dan siapapun bisa jadi volunternya.
Acara ini benama "jumat sehat" dimana komunitas ini bersama dengan para volunter berkeliling kota surabaya mencari titik keberadaan anak jalanan. Sebenernya sih konsep acaranya bagi - bagi susu gratis tapi ada yang menelisik pikiran saya pada saat itu, ternyata bukan hanya bagi - bagi susu namun banyak kepedulian yang dilakukan komunitas ini.
Tempat pertama yang kami datangi adalah kampung di bantaran sungai di sebelah taman prestasi. Selain bagi - bagi susu, mereka juga mengajarkan tentang makna sebuah cita - cita.

              ini adalah anak yang saya dampingi saat itu, namanya Tasya ia sedang menuliskan cita - citanya.
                                                          dan ini adalah hasil tulisannya :)
sekecil apapun harapan, tetap saja masih ada kemungkinan untuk terwujud, semoga cita - citanya tercapai. Saat itu ada yang membuat saya speechless mendengarkan cerita bocah cilik ini. ketika aku bertanya tentang latar belakang keluarganya dia bercerita bahwa ia 8 bersaudara, memiliki 2 orang kakak dan 5 adik sementara usianya baru 7 tahun. Aku dan lyntar sama - sama tidak mampu berkata - kata mendengar ini.
Lepas dari itu, gadis kecil ini masih memiliki keinginan yang kuat untuk meraih cita - citanya :)
Perjalanan selanjutnya di dekat Rumah Sakit Husada utama, sayangnya pada saat di tempat ini, aku dan lyntar terpisah dari rombongan dan nyasar  beruntungnya kita masih bisa bertemu kembali meskipun acara di dekat Rumah Sakit Husada Utama itu telah usai.
Kami melanjutkan perjalanan ke tempat yang saya tidak tau namanya apa yang jelas tempat itu dekat dengan lampu merah, disana kami bernyanyi bersama dan merayakan ulang tahun salah satu anak disana.
namun ketika ada disini ada yang membuat saya bersedih, mereka benar - benar terbawa arus pergaulan yang begitu kejam tak memandang usia, tak peduli anak - anak ataupun remaja bahkan dewasa. semoga komunitas ini dengan cara unik mereka mampu mengubah keadaan anak - anak ini menjadi lebih baik.
Perjalanan selanjutnya yaitu di tepian Plaza Surabaya, lagi - lagi kita kesini bukan untuk hang out  tapi untuk sebuah cita - cita kecil membagi kebahagiaan yang kita punya pada mereka yang membutuhkan
anak ini kami jumpai tengah mengemis di pinggiran Plaza Surabaya
Melihat senyum kecilnya kok ada yang tega memberdayakan gadis cilik ini untuk menjadi seorang peminta - minta. Tapi jika perut sudah lapar, tega nggak tega ya harus dilakukan demi menyambung hidup. Kami berusaha membujuk anak ini untuk pulang karena hari sudah larut malam. Sudah pasti kami memberinya sebuah bingkisan sederhana berisi susu dan snack. berharap dia bisa hadir memeriahkan acara ulang tahun Save Street Child pada tanggal 7 juni esok.
Kaki - kaki kecil kami terus menelusuri mall ini, mata kami tertuju pada seorang gadis kecil yang tengah berjualan korang di depan gedung ini.Sayangnya saya tidak berhasil mengambil gambar pada saat yang ini. Saya terkesima dengan cara komunitas ini pada saat menyuruh anak ini untuk segera pulang. Kami membeli 4 koran sisa yang ada ditangan anak ini yang menjadi alasan besar mengapa malam seperti ini masih berkeliaran dijalanan. kemuadian anak itupun berjanji segera pulang setelah kami beli seluruh sisa dagangannya. Pelajaran berharga, membeli sesuatu bukan hanya saat kita butuh namun juga saat mereka membutuhkan. Hal kecil yang sangat berarti saat mereka bisa tersenyum dengan hadirnya kita :)
Setelah dari tempat ini, yaitu penutupan acara di taman bungkul. Sayangnya kondisi kesehatan saya tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan ini. Sedih rasanya tidak bisa ikut penutupan yang pastinya akan ada banyak hal menarik disana. Berharap next time bisa joint bersama mereka lagi :)
Inilah sebuah usaha kecil untuk memajukan Bangsa tercinta ini, tanpa perlu berkoar - koar mengumbar janji, membantu jika ada sesuatu yang diharapkan. Dari sini saya mampu mengambil sebuah pelajaran dari komunitas ini "ikhlas" ya arti dari sebuah keikhlasan yang sesungguhnya. Dengan cara mereka, mereka mampu masuk dan diterima didunia anak jalanan Mereka tanpa pamrih sedikit demi sedikit mengangkat kehidupan kelam para anak jalanan tanpa perlu menunggu dipilih menjadi wakil rakyat. Tanpa perlu menunggu kenaikan gaji dan tanpa meminta sanjung puji dari orang lain. Semoga komunitas ini semakin besar dan semakin banyak anak - anak jalanan yang terjamah oleh mereka. Ada lagi, semoga semakin banyak volunter yang bergabung bersama mereka dan semoga lebih banyak lagi komunitas seperti ini :)

big thanks to sahabatku lyntar yang telah mengajakku bergabung disini :)


Selasa, 20 Mei 2014

Mengabdi untuk Negri


            Rasanya tiada jalan yang tertutup untuk sebuah kemauan. Begitu pula dengan hal yang satu ini. Lagi – lagi mimpi kecil saya terwujud satu persatu, kali ini Mapanza yang mewujudkannya. Sebuah mimpi kecil untuk berbagi dengan anak – anak yang kurang beruntung di daerah Ambengan Surabaya, mereka tinggal di pinggiran rel yang sudah mati. Melihat daerah tempat tinggal mereka, saya terdiam dan berfikir bahwa sebuah hal yang tepat kami datang kemari.
            Kegiatan Penyuluhan Anak Jalanan ini adalah proker dari divisi penyuluhan yang paling saya tunggu. Salah satu proker yang membuat saya tertarik di dalam organisasi ini. Acara hari minggu kemarin (18/05) membuat saya mengukuhkan hati bahwa ini adalah benar – benar hal yang sangat saya tunggu. Hati saya bahagia campur terharu dan campur macem – macem. Sebelumnya saya sempat shock karena tempat yang diberikan pada kami sangatlah kecil dan jumlah anak – anak membludak dari 35 orang menjadi 70-an anak. Sudah pasti kami kesulitan untuk menenangkan anak – anak yang begitu banyak dan kebanyakan tingkahnya, apalagi saat kami memberikan makanan maka seketika itu juga makanan itu habis diperebutkan oleh mereka. Sebuah hal yang sangat melelahkan.
            Ada hal yang membuat saya terharu dan hampir menitihkan air mata, ada salah seorang anak datang dan duduk di sebelah saya saat disela – sela acara. Dia mengajak saya berkenalan dan kami sempat mengobrol menegenai kehidupannya. Wajah kecil itu bernama Sekar Arum, dia bercerita pada saya bahwa seharusnya sekarang duduk di bangku kelas 2 SD tapi karena tidak naik kelas akhirnya dia masih duduk dibangku kelas 1 SD. Ketika saya tanya alasan mengapa tidak naik kelas beginilah jawabannya “aku nggak pernah punya waktu belajar kak soalnya bantu ibu jualan koran”. Dia juga menyebutkan tempat dimana ia dan ibunya berjualan tapi saya lupa karena saya juga tidak tau daerah itu. Dia juga bercerita bahwa ayahnya bekerja sebagai tukang becak. Saya terdiam dan bingung harus mengatakan apa, akhirnya saya hanya bisa berpesan, apapun kondisinya jangan pernah berhenti belajar, saya tau kamu anak pintar, buat ibu sama bapakmu bangga ya sayang.
            Ada lagi saat saya memberikan materi penyuluhan pada mereka, namanya anak – anak minoritas mereka hidup dalam pendidikan moral yang ala kadarnya. Saat itu kebetulan anak – anak yang berada di kelompok saya perempuan semua. Namun, jangan dibayangkan bahwa mereka adalah anak – anak yang pendiam dan penurut. Mereka sangat hiperaktif, bukan hiperaktif tingkah lakunya tapi hiperaktif ucapannya. Kata – kata kasar tak pernah jauh dari bibir mereka, itu yang membuat saya berfikir keras bagaimana caranya memasukkan materi tentang sopan santun kedalam materi kenakalan remaja yang sudah saya persiapkan. Lepas dari itu, mereka tetap anak – anak Indonesia yang memiliki mimpi besar untuk tetap bersekolah sampai jenjang yang paling tinggi. Saat saya tanya cita – cita mereka kebanyakan ingin menjadi Guru dan Polisi namun, lingkungan telah membuat mereka mengerti persoalan yang dihadapi keluarga mereka. Saat itu juga mereka mengatakan “gak isok sekolah dukur mbak, gak duwe duit”. Ya, itu memang persoalan klasik yang dialami Indonesia, namun saya tak lantas diam saja, saya mencoba memberi motivasi pada mereka bahwa mereka tetap bisa bersekolah dengan beasiswa dari pemerintah dengan syarat belajar yang tekun dan berprestasi tidak lupa menjaga sopan santun pada oaring tua dan orang lain.
            Lepas dari segala perasaan yang campur aduk itu, saya merasa bahagia saat ada salah satu anak yang sudah saya beri materi, ketika saya pulang dia mengatakan “terimakasih ya mbak sudah ngajari kita”. Kata – kata sederhana itu membuat saya berfikir bahwa apa yang saya ucapkan tidak masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Ada lagi yang membuat saya bahagia, saat saya dan teman – teman mapanza bisa menghibur mereka dan membuat mereka tertawa dengan drama yang kami tampilkan. Bahkan mereka sampai memanggil saya bunda seperti peran yang saya mainkan didalam drama.
            Hal ini takkan pernah terlupakan oleh saya, berharap kita semua dapat berjumpa lagi di lain kesempatan. Atau suatu saat nanti jika mereka telah meraih segala cita – cita mereka. Indonesia memiliki asset yang luar biasa sebagai generasi penarus Bangsa ini. J

            

Aku dan mimpiku


            Setelah sekian lama berangan – angan bisa terjun ke masyarakat dan berguna untuk mereka, di kampus tercinta ini banyak sekali jalan untuk menuju kesana. Meskipun awalnya sangat sulit untuk bisa menembus jalan itu, tetapi aku selalu percaya akan ada jalan jika ada kemauan yang kuat. Berawal dari kecintaanku pada PMR setelah itu aku ingin melanjutkan di KSR namun, Tuhan yang Maha Tau belum mengizinkan saya untuk menuju kesana. Lalu, ada mapanza saya ingin sekali masuk dalam divisi penyuluhan disana, lagi – lagi Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah dari apa yang aku rencanakan.
            Hampir menyerah dan putus asa, tapi sungguh jalan masih terbuka lebar untukku, tidak ada jalan yang tertutup untuk sebuah niatan mulia. Ketika itu ada oprec BEM Fakultas, dalam benak saya hanya ada satu departemen dimana saya bisa mewujudkan cita – cita saya selama ini. Departemen Sosial ya, itu dia. Saat itu saya mendaftar Departemen Sosial dan Media Jurnalistik karena kecintaan saya dengan dunia kepenulisan. Disinilah Allah kabulkan doa saya selama ini. Tergabunglah saya di Departemen yang luar biasa ini.
            Sebuah hal yang tadinya hanya ada di mimpi saya sekarang mulai ada yang terwujudkan. Terjun ke masyarakat itulah mimpi saya sejak saya duduk dibangku SMA. Sebuah kegiatan kecil yang bernama “TENSA – Tenda Kesehatan” yang membuat saya merasa, ini adalah mimpi saya yang begitu sulit untuk saya dapatkan sebelumnya, TENSA ini adalah sebuah kegiatan pemeriksaan kesehatan yang murah meriah mulai dari tes tekanan darah hingga gula darah dengan harga yang sangat miring. Mungkin bagi sebagian orang yang tau tentang kegiatan ini, dibenak mereka ini bukan apa – apa selama kita kuliah di bidang kesehatan pasti bisa melakukannya. Bagi saya bukan itu point terpentingnya, melainkan sebuah proses untuk menuju kesana dan saat saya melihat para pelanggan yang datang ke stan kami itu adalah kebanggaan tersendiri untuk saya. Saat saya melihat mereka mendapat health education meskipun bukan dari saya, tapi saya cukup puas dengan kegiatan ini.
            Setelah itu ada coint for caring yang PJnya adalah saya sendiri. Mungkin orang melihat ini sepele, hanya meminta sumbangan di kelas – kelas untuk setiap kali ada berita duka. Bagi saya ini adalah luar biasa bukan besar kecilnya tugas yang saya jalani tapi seberapa besar manfaat dari yang saya lakukan ini. Berbagi kepada mereka yang membutuhkan bantuan, bahkan pada yang jauh yang saya tidak pernah kenal mereka yaitu bencana kabut asap di Riua meski sempat terkendala penyaluran pada akhirnya bantuan kecil itu sampai juga bagi para koeban kabut asap. Itu merupakan setetes kebaikan dari warga Fakultas Keperawatan yang berhasil saya salurkan pada mereka yang membutuhkan. Masih ada lagi FKp mengajar dan Bakti Sosial yang masih coming soon.
            Begitu banyaknya jalan untuk berbuat kebaikan , ini adalah mimpi kecil saya “berbagi”. Sudah selayaknya saya mensyukuri nikmat yang  Tuhan berikan pada saya. Terimakasih untuk jalan yang begitu indah ini 

Minggu, 30 Maret 2014

perjalanan seberkas angan menjadi seorang penulis

         Aku mulai senang menulis sejak SD tetapi pada saat itu aku hanya sekedar iseng - iseng, hanya jika ingin menulis maka aku akan menulis terutama menulis puisi, bahkan aku tidak pernah menyimpan setiap karyaku.

        Saat SMP kesenangan menulisku semakin membabibuta hingga aku mulai berkeinginan untuk menjadi seorang penulis, hal ini juga dilatar belakangi oleh perjalanan hidupku. Pada saat itu aku mengalami perpisahan dengan orang - orang yang aku sayangi mulai dari kakek nenekku hingga teman - temanku karena harus pindah ke luar kota, tentu saja beradaptasi dengan tempat yang baru itu tidak mudah hingga perasaanku yang masih labil itu membawaku untuk terus menulis apa yang aku rasakan. Sayangnya aku tidak pernah mendapat bimbingan tentang kepenulisan bahkan bisa dibilang aku buta informasi tentang tata cara menulis yang baik. Saat itu tulisanku masih sangat polos karena kurangnya pengetahuan.

          Ketika itu aku mulai menulis cerpen gara - gara sering dicurhati teman tentang kisah percintaannya. Akhirnya aku mencoba menuangkan segala inspirasiku kedalam cerpen dan mencoba menulis lebih kompleks lagi dalam bentuk novel. Saat itu aku hanya mengikuti kesenangan dan ambisiku saja sebab tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam bercerita tentang sebuah kehidupan. Awalnya mimpi itu begitu sempurna, aku sudah menghasilkan karya yang bisa dibilang cukup banyak namun aku tidak pernah mempublikasikannya karena aku seorang anak yang pemalu dan takut mendapat komentar yang tidak baik jika mempublikasikan karyaku. 

        Sepertinya takdir baik belum berpihak padaku, ketika itu penulis belum menjadi jalanku. Komputer tempatku menyimpan seluruh karyaku rusak dan harus diinstal ulang hingga seluruh karyaku hilang tanpa sedikitpun bekas. Rasanya aku ingin menyerah karena kenyataan yang begitu menyedihkan ini.

      Waktu membawaku di kelas 3 SMP, aku harus menghadapi ujian nasional. Akupun meninggalkan sejenak rutinitas menulisku selain itu karena aku juga merasa kecewa dengan hilangnya seluruh karyaku. Masa SMApun menyapaku, rasanya aku ingin kembali menulis dan melupakan kekecewaanku terhadap karya yang hilang itu, lagi - lagi kesempatan baik belum datang padaku. Saat SMA aku aktif dalam kegiatan organisasi hingga tidak ada waktu untuk menulis, aku hanya menulis untuk kepentingan organisasiku saja dan apresiasi teman - temanku cukup membuat aku berbunga - bunga. 

      Hingga takdir membawaku kedalam kisah percintaan yang harus aku lalui. Banyak peristiwa yang belum pernah aku alami saat itu. Jatuh bangun dalam dunia percintaan semakin menginspirasiku untuk menulis. Saat itu akhir kepengurusanku di organisasi tepat aku kelas 3 SMA aku mulai memiliki waktu luang yang cukup.

      Aku mulai mengawali kembali rutinitas menulisku. Tulisan pertamaku saat itu adalah sebuah puisi tentang perjalanan cintaku bersama seorang laki - laki yang sangat aku sayangi. Puisi itu memang aku buatkan khusus untuk dia. Aku mulai berani meminta pendapat pada teman - temanku. Bahagia rasanya saat mendengar komentar mereka  bahwa tulisanku bagus dan mereka mengatakan bahwa aku berbakat. Mereka juga sangat mendukung mimpiku untuk menjadi seorang penulis. Akupun mulai aktif mengirim karyaku ke berbagai media meskipun belum ada yang berhaasil karena aku sendiri tidak tau apakah akun itu benar atau tidak (alias bondo nekat) hehehe...

     Jalan masih panjang, akupun lulus dari SMA dan kini aku harus memilih jalanku untuk melanjutkan kuliah. Cita - citaku menjadi seorang psikolog tak direstui orang tuaku terlebih solat istikharahku juga memberi jawaban yang tidak baik. Akupun mengikuti keinginan orangtuaku untuk menjadi seorang perawat. Saat memilih program study aku memiliki kesempatan untuk memilih 2 universitas dengan masing - masing dua prodi. Sebenarnya aku ingin sekali memilih sastra indonesia dalam salah satu pilihanku tetapi lagi - lagi orangtuaku tidak merestui.

     Akupun berpikir bahwa jika aku kuliah jurusan perawat aku masih bisa menjadi seorang penulis tetapi jika aku kuliah jurusan sastra indonesia aku tidak akan bisa mewujudkan harapan orangtuaku untuk aku menjadi perawat.
     
     Jalan Tuhan memang slalu lebih indah dari setiap rencana manusia, saat aku menjalani tes kesehatan ketika memasuki perguruan tinggi, aku bertemu dengan anak jurusan sastra indonesia. Kami mulai mengobrol dan bertukar pengalaman. semenjak saat itu kita tidak lepas komunikasi. Banyak yang bisa aku gali dari gadis itu. dia memiliki informasi yang cukup banyak tentang kepenulisan serta berbagai penerbit via online.

     Mulai saat itupun aku mulai aktif dalam dunia kepenulisan. Menjadi seorang mahasiswa dan tetap menjalani hobiku menulis tidak pernah menjadi beban untukku. Kegigihanku mulai membuahkan hasil meskipun begitu aku masih harus banyak belajar karena pengetahuanku yang belum cukup luas di dunia kepenulisan. Aku belum mengukur keberhasilanku dari royalti sebab saat ini bagiku karya dan namaku dimuat disebuah media saja sudah merupakan royati paling tinggi yang aku dapatkan. 

       Menjadi seorang mahasiswa juga menunjang hobiku dalam dunia kepenulisan, aku pernah meraih juara 1 menulis puisi dan puisiku dimuat dimajalah fakultas selain itu puisiku juga pernah dibacakan dihadapan seluruh angkatan di sebuah acara di fakultasku.

      Aku masih memiliki mimpi untuk bisa menulis novel kisah nyata sahabatku yang masih dalam proses dan akupun bisa menjadi seorang penulis profesional. Semoga anganku bukan hanya sekedar angan tetapi juga dapat terwujudkan. Amiiin :)))

puisi saat aku berpisah dengan orang - orang yang aku cintai

coretan puisi saat aku jenuh karena prestasiku yang mulai turun

puisi saat aku merindukan sahabat - sahabatku ketika jarak memisahkan kami

saat kerinduanku tak terbendung pada desa tempatku dibesarkan

semua foto ini adalah jejak kepolosan tulisanku saat berusia 13 tahun dan mulai merangkai mimpiku menjadi seorang penulis :))




Jumat, 21 Maret 2014

puisi :))



                           JATUH
                 oleh : dewi permata 
Sampai kapan aku merajam diriku seperti ini
Terus berjalan diatas jalan ketidakpastian
Hatiku bergelombang gelombang tak tentu arah
Mengikuti arah angin yang terus berhembus

Tak mengerti harus kemana kaki ini melangkah
Harus kemana tatapan mata ini tertuju
Yang ada tinggallah duka dipelupuk mata
Sanubari ini mulai mengering terbawa waktu

Sekian lama aku menari diatas awan
Tapi seiring berjalannya sang waktu
Awanpun akan terpisah dari kumpulannya
Hingga tempatku berpijak menghilang

Dan jatuhlah aku kembali
Kedalam lembah hitam serabut mimpi

Selasa, 18 Maret 2014

cerpen :))

cerpen ini pernah saya ikutkan lomba tapi belum beruntung untuk menjadi yang terbaik. silahkan baca :)



CINTA DI TAPAL BATAS
oleh : Dewi Permata
Bicara tentang Rio memang selalu merubah suasana, tak terkecuali suasana hati yang selalu terasa berbeda. Entah ini apa?. Aku masih meraba – raba apa benar ini yang dinamakan cinta?. Begitu jauh aku menelisik otakku hingga bagian yang paling dalam, namun aku tidak menemukan jawabnya, masih tidak mengerti maksud semua ini. Aku memang lemah jika dalam urusan percintaan. Rio adalah laki – laki luar biasa yang banyak memberi pelajaran kepadaku tentang cinta. Meski hingga saat ini aku belum menemui makna cinta yang sufi itu.
***
            “ Aku mau makan…. “ Ucap Rio yang belum selesai mengutarakan maksudnya.
            “ Nasi goreng ayam nggak pake sayur  sama jus jeruk “ Selaku dengan wajah berbinar.
            Dengan penuh keheranan Rio menyambung pernyataanku. “ Hah iya, kamu kok tau aku mau pesen apa “.
            “ Ya dong, apa sih yang aku nggak tau tentang kamu “ Aku mulai menggodanya dengan candaan yang semakin menghidupkan suasana.
            “ Ini yang bikin aku sayang sama kamu “.   Sambung Rio sambil tersenyum kepadaku dan langsung pergi untuk memesan makanan untuk kita berdua.
            Aku hanya tersenyum, dan terus mengendalikan setiap rasa yang hinggap di ruang – ruang hatiku.
            Sambil makan Rio mengajakku berdiskusi mengenai tugas resume biologi yang didapat dari sekolah.
            “ Za, lihatin resumeku dong, menurutmu ini ada yang perlu ditambahin nggak?. Ucap Rio sambil menyodorkan sebuah buku tulis miliknya padaku.
            Aku mulai membuka lembar demi lembar buku milik Rio sambil sesekali meminum jus alpukat yang ada di hadapanku. Tiba – tiba mataku tajam menatap pada  secarik kertas yang terselip dalam buku Rio. Tanpa seizin Rio, mataku terus berjalan mengikuti alur tulisan yang ada dalam kertas itu.
            Aku melihat Rio sedang asik dengan makanannya, namun aku mencoba memberanikan diri menanyakan tulisan indah dalam bentuk puisi itu pada Rio.
            “ Rio…” Suaraku pelan membuat Rio sejenak melupakan makanannya.
            “ Kenapa za, resumeku ada yang kurang ya? ”.
            “ Hemm enggak kok, tapi aku mau tanya ini “. Aku menyodorkan secarik kertas berisi puisi cinta yang aku temukan. Perasaanku semakin bercampur aduk dan tak tau arah.
Dengan begitu gugup, Rio menjawab pertanyaanku. “ I.. iya itu puisi aku yang buat ”. Rio berusaha menutupi kegugupannya dengan tersenyum.
“ Kamu jawabnya kok gugup gitu?”. Tanyaku yang heran melihat reaksi Rio.
“ E… enggak, nggak apa – apa kok”. Jawab Rio yang semakin tak bisa menghilangkan gugupnya.
“ Sebenernya puisi ini mau aku kasih ke kamu, tapi kamunya udah nemu duluan”. Tambahnya dengan senyum lebar dan mulai bisa menghilangkan kegugupannya.
Aku hanya tersenyum mendengar jawaban Rio. Entah harus aku apakan rasa yang semakin merongrong batinku ini.
***
            Khanza, maaf ya aku nggak bisa anter kamu ke tempat lukis. Aku ada kerja kelompok sosiologi di rumah Evan .
            Sms Rio menghiasi ponselku sore itu. Aku memang tengah menunggunya yang berjanji untuk mengantarku ke sanggar lukis.
            Yaudah nggakpapa aku bisa minta jemput temenku kok.
            Jawabku dengan sedikit kecewa.
***
            “ Khanza, kamu masih inget nggak, seminggu yang lalu kan sapu tangan aku hilang “. Ungkap Rio sambil menatapku yang berdiri disampingnya.
            Aku hanya tersenyum dan mengangguk membalas tatapan Rio sambil menikmati desahan angin yang mengalun indah menerpaku di koridor sekolah lantai dua depan kelasku.
             Kemarin ada yang naruh sapu tangan di tasku, disitu ada tulisannya kalau itu buat aku”. Lanjutnya lagi dengan penuh keheranan.
            “ Oh iya? Siapa yang ngasih?”
            “ Aku juga nggak tau, tapi sebelum aku nemuin itu, aku keluar sama temenku dan aku juga sempet cerita sama dia kalau sapu tanganku hilang”.
            “ Hmmmm…”. Mataku mulai menerawang seolah menatap isi otakku.
            “ Mungkin dia kali yang ngasih gara – gara kasihan lihat aku bolak – balik  ngelap mulut pakai tangan soalnya kebetulan kemarin nggak ada tissue juga”. Rio mulai mengeluarkan buah dari perenungan tentang keheranannya.
            “ Iya bisa jadi sih “. Jawabku sambil menata senyum di bibirku.
***
Dua tahun telah aku lewati di masa SMA yang begitu banyak merubah hidupku ini, terlalu banyak kenangan indah disini termasuk setiap waktu yang telah aku habiskan bersama Rio. Namun, ada juga hal yang bikin aku…..
“Khanza, aku bawa buku kimiamu ya buat bikin daftar pustaka makalah kita“.  
   Suara gadis itu sudah akrab ditelingaku. Aku menoleh kearahnya dan menghentikan aktifitasku memasukkan buku ke dalam tasku.
“Iya bawa aja nggakpapa”. Jawabku sambil tersenyum.
Tapi…. tiba – tiba bibirku menjatuhkan senyuman yang menyeringai dibibirku ketika aku melihat sesosok laki – laki yang sudah tak asing lagi dalam kehidupanku. Rio, ya dia berjalan menuju mejaku, namun aku tau dia bukan datang untukku. Matanya tertuju pada gadis yang berdiri di hadapanku, tangannya menggandeng tangan gadis itu yang kini mengisi ruang dihatinya dan  segera mengajaknya pulang.
“Aku pulang dulu ya za”. Pamit Rena kepadaku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku sambil melontarkan senyum yang kian aku paksakan. Wajahku mulai terasa basah, bukan karena peluh tapi karena embun di mataku mulai berjatuhan mamandang hal yang merajam hatiku. Apa yang aku lihat saat ini seperti belati yang siap menyayat – nyayat setiap detakan jantungku.
Aku dapat membaca wajah Rio yang penuh dengan kebimbangan, Ia pergi bersama Rena tanpa sepatah katapun yang diucapkan padaku. Namun, sesekali aku melihat dia menoleh ke arahku sambil terus berjalan bersama Rena meninggalkan ruang kelasku.
***
Rio, dia memang selalu begitu. Ketika tidak ada Rena, sikapnya padaku selalu sama ketika sebelum ia pacaran dengan Rena. Itu yang membuat aku sulit melepaskan dia. Lebih sialnya lagi, kelas 3 ini aku harus satu kelas dengan Rena dan satu kelompok dalam tugas kimia, dia tak ubahnya orang ketiga diantara kami, tetapi hatiku selalu tak pernah mampu menyalahkannya karena dia tidak tau yang sedang terjadi antara aku dan Rio saat itu.
Ah, sudahlah aku harus melupakannya. Gerutuku dalam hati.
Tepat ulang tahun Rio yang ke – 18, aku ingin mengutarakan perasaanku selama ini sebelum aku benar – benar melupakannya. Kado sederhana aku berikan padanya bersama dengan sebuah tulisan yang berisi perasaanku selama ini.
Dear Rio,
Aku tak ingin mengganggumu, aku tau kamu sudah bahagia dengan pilihan hatimu. Aku hanya ingin mencurahkan secercah perasaan yang masih tersimpan untukmu. Memang menyakitkan ketika kamu tak menepati janjimu untuk menyatukan perasaan kita. Namun, tak apa lah ini juga salahku. Aku selalu menutupi perasaanku, aku tak pernah jujur sama kamu.
Dulu, aku pernah menemukan puisi yang terselip di bukumu yang kemudian kamu berikan padaku. Aku tahu sebenarnya itu bukan buat aku kan? Aku melihat inisial R dibalik puisi itu sementara inisial namaku adalah K. Lalu, kamu pernah membatalkan janji mengantarku ke sanggar lukis, kamu bilang kamu mau kerja kelompok di rumah Evan, padahal sebelum ke sanggar lukis aku sempat ke minimarket dan aku bertemu Evan disana, dia bilang nggak kerja kelompok sama kamu, entah sebenarnya kamu pergi kemana?. Sampai saat itu aku tetap diam. Yang ketiga, sapu tangan yang kamu temukan dalam tasmu sebenarnya dari aku, tapi kamu mengira itu dari teman kamu dan aku tau teman yang kamu maksud adalah Rena kan?. Tapi aku terlalu bodoh dengan membiarkanmu terus seperti itu tanpa memberi kejelasan pada hubungan kita. Hingga pada akhirnya kamu memilih Rena untuk menjadi pendampingmu.
Semua sudah terlanjur terjadi, aku harus melupakanmu dan merelakanmu bahagia bersama Rena. Terimakasih untuk kebahagiaan yang pernah kamu ciptakan untukku
     Ttd
Khanza
***
“Khanza aku sudah baca tulisanmu”. Sejenak Rio terdiam menghentikan ucapannya.
“Maafkan aku Za semua sudah terlanjur terjadi, apa yang harus aku lakukan?. Aku menyayangimu tapi bagaimana dengan Rena?”. Rio mulai melanjutkan kata – katanya
Aku melihat mata Rio mulai menitihkan airnya.
            “Sudahlah Rio aku nggakpapa”. Aku mencoba terlihat tegar.
            Rio mengatupkan bibirnya yang mulai kehabisan kata – kata lalu meraih tubuhku dan memelukku. Aku merasakan hangatnya air mata Rio yang membasahi pundakku, akupun mulai merasakan magnet air matanya yang mulai menular padaku. Sesekali aku menghapus air mataku, hingga tak berbekas.
“Kita fokus dengan ujian kita aja ”. Aku melepas pelukannya dan mencoba menjaga senyumku.
***
            Hari ini tepat hari ketiga di tahun ini, namun tetap saja nggak ada bedanya. Bentangan sejauh Surabaya Jogjakarta tak membuat sekeping hati ini berpindah, bahkan guliran angka tahun yang selalu bertambah tidak membuat semuanya berhenti, segala batasan yang ada tak pernah bisa menghilangkan setitikpun rasa cintaku. Sepertinya hati ini tak mempedulikan cibiran dari ribuan bibir yang selalu ingin menghentikan rasaku. Aku tahu mereka benar, namun ketika hati sudah bicara, aku bisa apa?.
            “Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan Za”. Ucap Nana sambil memelukku.
            “Iya Na, aku lega bisa cerita sama kamu, memang setelah ujian dia putus dengan Rena dan mulai dekat lagi sama aku, tapi sejak memasuki masa kuliah dia berangkat ke jogja dan sampai saat ini aku nggak tau lagi kabarnya bagaimana”. Aku mulai melepaskan pelukan Nana.
            “Kamu pasti bisa mendapatkan yang lebih baik dari dia Za”. Hibur Nana.
            Aku menarik panjang nafasku dan pasrah dengan keadaan. Entah bisa atau tidak aku melupakannya hanya waktu yang bisa membuktikan dan cinta yang akan menjawabnya.