Welcome
to my holiday. Saatnya saudaraku Putri dan Sita pulang ke Jogjakarta. Akupun
tak melewatkan kesempatan ini. Aku turut bersama mereka ke Kota Gudeg
Jogjakarta. Dari Sidoarjo kami naik kereta logawa turun di stasiun Lempuyangan
Jogjakarta. Rencana awal sih mau
ketemu temanku Carla yang sedang berlibur di rumah neneknya di Klaten Jawa Tengah.
Kita mau jalan – jalan ke Candi Prambanan. Sudah dari SMP aku ingin mengunjungi
Candi Legenda Roro Jonggrang itu. Entah apa yang memikat hatiku hingga ingin
sekali aku kesana namun hingga saat ini belum kesampaian. Setiap kali kesana
selalu saja gagal ada saja yang membuat rencanaku batal, dan kali ini, lagi –
lagi gagal lagi, sedih deh. Aku hanya
memiliki kesempatan sehari bertemu dengan Carla pada tanggal 1 Februari karena
dia sudah harus kembali ke Sidoarjo tanggal 2. Eh mungkin belum takdirku ke Candi itu, di rumah saudara Carla ada
acara pengajian dan Carla membatalkan rencana kami.
Finally,
aku menginap di rumah Putri dan bermain ke rumah saudaraku yang lain yang ada
di Jogjakarta juga. Putri mengajakku berkeliling Jogjakarta, tujuan awal kami
ke Alun – Alun Kidul Jogjakarta yang tak jauh dari rumahnya. Disana ada pohon
beringin yang sudah terkenal. Mitosnya jika menutup mata dari ujung dan
berjalan kearah pohon beringin jika kita dapat berjalan lurus maka keinginan
kita akan terkabul. Namun, aku tidak mencobanya karena menurut saya hal seperti
itu sesuai pada keyakinan masing – masing. Kami hanya duduk menikmati ramainya
Alun – Alun Kidul sambil menikmati wedang ronde khas Jogjakarta. Ini pertama
kalinya aku menikmati wedang ronde, awalnya ragu karena kuah ronde terbuat dari
jahe. Maklumlah saya tidak menyukai kuliner rasa pedas dan mint hehe. Tapi saat
mencoba wedang ronde ini, rasanya hmmm cukup menggugah selera, saya suka dengan
isinya yang beraneka ragam hanya tidak bisa menghabiskan kuahnya saja karena
rasa mint.
Esoknya,
saya diajak ke sandmor (Sunday Morning) di perbatasan jalan kampus UGM dan UNY.
Namanya Sandmor karena memang hanya ada saat minggu pagi saja. Sandmor ini
sejenis pasar kaget yang menjual beraneka ragam mulai dari makanan hingga
pakaian. Malamnya sebenarnya saya sudah ada janji dengan teman kuliah saya Rosi
yang berasal dari Jogjakarta. Namun sayang, waktu yang kami pilih ternyata
diguyur hujan. Sayang sekali karena besoknya saya sudah harus berlanjut ke
rumah nenek saya di Purworejo Jawa Tengah.
Sebelum
ke rumah nenek saya, pagi hari saya diajak putri ke kampusnya di Universitas
Gajah Mada. Saya diajak keliling Universitas
ternama ini dan wow kampusnya sangat besar dan terlihat seperti tidak ada
ujungnya. Menurut saya ini lebih besar dari kampus ITS di Surabaya dan lebih besar
dari kampus saya sendiri Unair jika tiga kampus dijadikan satu. Kampusnya
seperti terpisah oleh jalan raya namun itu tetap milik UGM sendiri. Dijamin
capek kalau lari keliling UGM hehe. UGM juga punya Rumah Sakit seperti Unair
namun saat ini Rumah Sakit tersebut sudah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
Jogjakarta. Rumah Sakit ini memiliki jembatan penghubung ke Fakultas Kedokteran
UGM yang mempermudah Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM jika menuntut ilmu di
Rumah Sakit.
Sebelumnya
saya sudah berjanji untuk menceritakan lalu lintas kota Jogjakarta yang sangat
berbeda sekali dengan Surabaya. Saya benar – benar membuktikan kata – kata
saudara saya yang mengatakan betapa tertibnya lalu lintas kota Jogja. Saya
benar – benar tidak menjumpai pengendara yang berhenti di depan zebra cross
saat lampu merah, sayapun juga tidak mendengar suara bising klakson seperti di
Surabaya. Dan yang paling penting disini jauh dari kemacetan. Hanya beberapa
titik dekat kompleks Kampus saja yang sering terjadi kemacetan. Meskipun Kota Besar,
Jogjakarta ini masih kental dengan nuansa tradisional, tidak banyak gedung –
gedung tinggi pencakar langit seperti yang dikatakan saudara saya ketika di
Surabaya. Bangunan disini lebih kental dengan suasana tradisional meskipun
sudah banyak juga yang sudah modern. Nama jalan disini juga masih menggunakan
bahasa kejawen alias ke jawa jawaan yang notabene merupakan nama Keraton
Jogjakarta yang tak jauh dari rumah saudara saya.
Lanjut
siang harinya kami langsung berangkat ke rumah nenek kami di Desa Lubang
Indangan, Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo yang merupakan tempat dimana saya
dibesarkan. Dari Jogjakarta kami membutuhkan waktu dua jam untuk dapat sampai
ke rumah nenek kami dengan mengendarai sepeda motor. Saya disambut gembira oleh
kakek saya yang sudah menunggu sejak saya berangkat dari Sidoarjo. Sayapun
menyempatkan bertemu dengan sahabat saya yang sudah menemani saya dari kecil
hingga sekarang kami terpisah karena saya tinggal di sidoarjo. Namanya Erni,
dia adalah sahabat sepanjang masa bagi saya. Pertemanan kami tidak putus meski
saya sudah pindah ke Sidoarjo sejak kelas 2 SMP.
Tak
banyak yang saya lakukan di tempat ini, ya saya hanya menikmati suasana
pedesaan di tempat nenek saya tinggal dan mengunjungi saudara saya yang masih
terjangkau oleh saya. Maklum disini saya tidak ada kendaraan untuk mondar –
mandir. Dari Kotanya pun jauh. Saya menyempatkan ke Rumah Budhe saya yang tak
jauh dari rumah nenek saya sebenarnya saya dan Putri ingin berkuliner siomay
khas daerah sini yang rasanya tidak terkalahkan dengan siomay di sidoarjo.
Siomay disini seperti pentol namun berukuran besar. Namun, sayang kami kurang
beruntung, siomay langganan kami sedang tidak berjualan. Sayapun mengajak Putri
ke rumah Budhe saya yang tak jauh dari tempat penjual siomay. Saya larut dengan
cerita Budhe saya saat saya masih kecil dan turut di rawat Budhe saya dan
selalu tidak ingin berpisah dengan beliau. Beliaupun merupakan salah satu orang
yang berjasa dalam hidup saya saat saya tinggal di rumah nenek saya. Saya juga
memiliki sepupu yaitu anak dari Budhe saya yangsewaktu kecil bergantian saya
yang ngemong sampai tidak mau
ditinggal oleh saya. Persis seperti saya dan ibunya dulu. Namun, sejak saya
pindah di Sidoarjo usianya sekitar 3 tahun dia sudah mulai lupa dengan saya dan
setiap bertemu selalu malu dan tak seperti dulu lagi. Sekarang dia sudah duduk
di bangku kelas 4 SD.
Disini
yang tak pernah terlupakan adalah kali / sungai di dekat rumah nenek saya yang
sampai saat inipun saya tidak mengetahui namanya. Dulunya kali ini airnya
jernih pemandangannya bagus. Masih terlihat hitamnya pasir saat
menyeberanginya. Dari tanggul Nampak pemandangan gunung – gunung yang berjajar,
apalagi saat pagi dan sore hari menambah indahnya pemandangan Kali ini. Bagi
yang mengetahui legenda tangkuban perahu, gunungnyapun terlihat dari tanggul
yang mengapit Kali ini. Kali ini diapit dua tanggul, tanggul sebelah timur
membatasi Kali dengan pemukiman penduduk dan sebelum pemukiman ada sebuah Kali
kecil yang memperindah pemandangan Desa ini. Di sebelah barat, tanggul
membatasi Kali dengan sawah penduduk yang luasnya sangat luas sekali dan
sayapun belum pernah mengukurnya hehe. Sebelum sawah juga dibatasi dengan Kali
kecil sama seperti pemukiman penduduk. Disana banyak sawah nenek kami dan warga
setempat, namun kakek dan nenek saya sudah tidak pernah mengurus sawahnya lagi
karena usianya sudah sepuh. Sawahnya di buruhkan ke orang lain untuk
mengurusnya. Sayangnya Putri, pulang terlebih dahulu meninggalkan saya di rumah
nenek atau yang sering saya panggil simbah.
Terlalu
banyak kenangan di Desa ini, banyak yang sudah berubah dari Desa ini. Dulu
waktu saya kecil, anak – anak seusia saya masih banyak disana sini bermain
berbagai permainan tradisional. Namun saat ini sudah sepi tak lagi seperti
dulu. Kawan – kawan saya yang masih sering berjumpa hanya Erni saja karena yang
lain sudah merantau keluar dari Desa ini. Erni sendiri juga kuliah di
Jogjakarta namun masih sering pulang ke rumah. Di desa ini tinggal orang tua –
tua saja, sepertinya generasi penerusnya sudah merantau mengais rejeki di kota
– kota besar sana. Teman – teman seusia sayapun disini sudah banyak yang menikah
dan memiliki anak. Padahal saya rasa usia saya yang akan menginjak 20 tahun ini
saya masih seperti anak remaja yang masih belum bisa hidup mandiri mengurus
rumah tangga. Saya masih menikmati masa – masa remaja saya dengan menuntut ilmu
dan bermain dengan teman – teman saya.
Semoga
kedepan Desa tempat saya dibesarkan ini dapat semakin maju dan simbah saya juga
dapat diberi keberkahan usia yang panjang dan kesehatan sehingga dapat melihat
cucu cucunya besar dan menjadi orang yang berhasil serta membanggakan hingga
saya dapat membalas budi baik beliau yang telah membesarkan saya dari bayi.
Sayangnya,
saya tidak bisa ke rumah nenek saya yang satunya yang tinggal di daerah
pegunungan di Desa Kali Jering Kecamatan Pituruh yang pemandangan alamnya lebih
luar biasa lagi. Kalau teman – teman memandang mendaki gunung adalah hal yang
luar biasa, bagi saya itu biasa saja karena setiap tahun saat lebaran tiba saya
dan keluarga selalu mendaki gunung dengan jarak sekitar 3 km dengan berjalan
kaki ke rumah nenek saya tersebut. Lelahnya jangan ditanya namun pemandangan
disana sungguh mengagumkan. Semoga pemerintah semakin memperhatikan desa – desa
pelosok seperti Desa nenek saya di puncak gunung Kali Jering sana.
Tidak
terasa dua minggu ini saya lewati dengan berlibur dibeberapa kota dari Jawa
Timur, Jawa Tengah hingga pulau Madura. Saatnya saya kembali menikmati libur
saya di rumah dengan beberapa pekerjaan yang sudah menanti. Sampai jumpa di
liburan berikutnya J
![]() |
| indahnya sunset di kali dekat rumah nenekku |
![]() |
| kebun di dekat kali |
![]() |
| tanggul |
![]() |
| kali kecil yang membatasi tanggul dengan rumah penduduk |







Tidak ada komentar:
Posting Komentar