Easter Dress

Sabtu, 07 Februari 2015

next trip :)

Welcome to my holiday. Saatnya saudaraku Putri dan Sita pulang ke Jogjakarta. Akupun tak melewatkan kesempatan ini. Aku turut bersama mereka ke Kota Gudeg Jogjakarta. Dari Sidoarjo kami naik kereta logawa turun di stasiun Lempuyangan Jogjakarta. Rencana awal sih mau ketemu temanku Carla yang sedang berlibur di rumah neneknya di Klaten Jawa Tengah. Kita mau jalan – jalan ke Candi Prambanan. Sudah dari SMP aku ingin mengunjungi Candi Legenda Roro Jonggrang itu. Entah apa yang memikat hatiku hingga ingin sekali aku kesana namun hingga saat ini belum kesampaian. Setiap kali kesana selalu saja gagal ada saja yang membuat rencanaku batal, dan kali ini, lagi – lagi gagal lagi, sedih deh. Aku hanya memiliki kesempatan sehari bertemu dengan Carla pada tanggal 1 Februari karena dia sudah harus kembali ke Sidoarjo tanggal 2. Eh mungkin belum takdirku ke Candi itu, di rumah saudara Carla ada acara pengajian dan Carla membatalkan rencana kami.
Finally, aku menginap di rumah Putri dan bermain ke rumah saudaraku yang lain yang ada di Jogjakarta juga. Putri mengajakku berkeliling Jogjakarta, tujuan awal kami ke Alun – Alun Kidul Jogjakarta yang tak jauh dari rumahnya. Disana ada pohon beringin yang sudah terkenal. Mitosnya jika menutup mata dari ujung dan berjalan kearah pohon beringin jika kita dapat berjalan lurus maka keinginan kita akan terkabul. Namun, aku tidak mencobanya karena menurut saya hal seperti itu sesuai pada keyakinan masing – masing. Kami hanya duduk menikmati ramainya Alun – Alun Kidul sambil menikmati wedang ronde khas Jogjakarta. Ini pertama kalinya aku menikmati wedang ronde, awalnya ragu karena kuah ronde terbuat dari jahe. Maklumlah saya tidak menyukai kuliner rasa pedas dan mint hehe. Tapi saat mencoba wedang ronde ini, rasanya hmmm cukup menggugah selera, saya suka dengan isinya yang beraneka ragam hanya tidak bisa menghabiskan kuahnya saja karena rasa mint.
Esoknya, saya diajak ke sandmor (Sunday Morning) di perbatasan jalan kampus UGM dan UNY. Namanya Sandmor karena memang hanya ada saat minggu pagi saja. Sandmor ini sejenis pasar kaget yang menjual beraneka ragam mulai dari makanan hingga pakaian. Malamnya sebenarnya saya sudah ada janji dengan teman kuliah saya Rosi yang berasal dari Jogjakarta. Namun sayang, waktu yang kami pilih ternyata diguyur hujan. Sayang sekali karena besoknya saya sudah harus berlanjut ke rumah nenek saya di Purworejo Jawa Tengah.
Sebelum ke rumah nenek saya, pagi hari saya diajak putri ke kampusnya di Universitas Gajah Mada.  Saya diajak keliling Universitas ternama ini dan wow kampusnya sangat besar dan terlihat seperti tidak ada ujungnya. Menurut saya ini lebih besar dari kampus ITS di Surabaya dan lebih besar dari kampus saya sendiri Unair jika tiga kampus dijadikan satu. Kampusnya seperti terpisah oleh jalan raya namun itu tetap milik UGM sendiri. Dijamin capek kalau lari keliling UGM hehe. UGM juga punya Rumah Sakit seperti Unair namun saat ini Rumah Sakit tersebut sudah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Jogjakarta. Rumah Sakit ini memiliki jembatan penghubung ke Fakultas Kedokteran UGM yang mempermudah Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM jika menuntut ilmu di Rumah Sakit.
Sebelumnya saya sudah berjanji untuk menceritakan lalu lintas kota Jogjakarta yang sangat berbeda sekali dengan Surabaya. Saya benar – benar membuktikan kata – kata saudara saya yang mengatakan betapa tertibnya lalu lintas kota Jogja. Saya benar – benar tidak menjumpai pengendara yang berhenti di depan zebra cross saat lampu merah, sayapun juga tidak mendengar suara bising klakson seperti di Surabaya. Dan yang paling penting disini jauh dari kemacetan. Hanya beberapa titik dekat kompleks Kampus saja yang sering terjadi kemacetan. Meskipun Kota Besar, Jogjakarta ini masih kental dengan nuansa tradisional, tidak banyak gedung – gedung tinggi pencakar langit seperti yang dikatakan saudara saya ketika di Surabaya. Bangunan disini lebih kental dengan suasana tradisional meskipun sudah banyak juga yang sudah modern. Nama jalan disini juga masih menggunakan bahasa kejawen alias ke jawa jawaan yang notabene merupakan nama Keraton Jogjakarta yang tak jauh dari rumah saudara saya.
Lanjut siang harinya kami langsung berangkat ke rumah nenek kami di Desa Lubang Indangan, Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo yang merupakan tempat dimana saya dibesarkan. Dari Jogjakarta kami membutuhkan waktu dua jam untuk dapat sampai ke rumah nenek kami dengan mengendarai sepeda motor. Saya disambut gembira oleh kakek saya yang sudah menunggu sejak saya berangkat dari Sidoarjo. Sayapun menyempatkan bertemu dengan sahabat saya yang sudah menemani saya dari kecil hingga sekarang kami terpisah karena saya tinggal di sidoarjo. Namanya Erni, dia adalah sahabat sepanjang masa bagi saya. Pertemanan kami tidak putus meski saya sudah pindah ke Sidoarjo sejak kelas 2 SMP.
Tak banyak yang saya lakukan di tempat ini, ya saya hanya menikmati suasana pedesaan di tempat nenek saya tinggal dan mengunjungi saudara saya yang masih terjangkau oleh saya. Maklum disini saya tidak ada kendaraan untuk mondar – mandir. Dari Kotanya pun jauh. Saya menyempatkan ke Rumah Budhe saya yang tak jauh dari rumah nenek saya sebenarnya saya dan Putri ingin berkuliner siomay khas daerah sini yang rasanya tidak terkalahkan dengan siomay di sidoarjo. Siomay disini seperti pentol namun berukuran besar. Namun, sayang kami kurang beruntung, siomay langganan kami sedang tidak berjualan. Sayapun mengajak Putri ke rumah Budhe saya yang tak jauh dari tempat penjual siomay. Saya larut dengan cerita Budhe saya saat saya masih kecil dan turut di rawat Budhe saya dan selalu tidak ingin berpisah dengan beliau. Beliaupun merupakan salah satu orang yang berjasa dalam hidup saya saat saya tinggal di rumah nenek saya. Saya juga memiliki sepupu yaitu anak dari Budhe saya yangsewaktu kecil bergantian saya yang ngemong sampai tidak mau ditinggal oleh saya. Persis seperti saya dan ibunya dulu. Namun, sejak saya pindah di Sidoarjo usianya sekitar 3 tahun dia sudah mulai lupa dengan saya dan setiap bertemu selalu malu dan tak seperti dulu lagi. Sekarang dia sudah duduk di bangku kelas 4 SD.
Disini yang tak pernah terlupakan adalah kali / sungai di dekat rumah nenek saya yang sampai saat inipun saya tidak mengetahui namanya. Dulunya kali ini airnya jernih pemandangannya bagus. Masih terlihat hitamnya pasir saat menyeberanginya. Dari tanggul Nampak pemandangan gunung – gunung yang berjajar, apalagi saat pagi dan sore hari menambah indahnya pemandangan Kali ini. Bagi yang mengetahui legenda tangkuban perahu, gunungnyapun terlihat dari tanggul yang mengapit Kali ini. Kali ini diapit dua tanggul, tanggul sebelah timur membatasi Kali dengan pemukiman penduduk dan sebelum pemukiman ada sebuah Kali kecil yang memperindah pemandangan Desa ini. Di sebelah barat, tanggul membatasi Kali dengan sawah penduduk yang luasnya sangat luas sekali dan sayapun belum pernah mengukurnya hehe. Sebelum sawah juga dibatasi dengan Kali kecil sama seperti pemukiman penduduk. Disana banyak sawah nenek kami dan warga setempat, namun kakek dan nenek saya sudah tidak pernah mengurus sawahnya lagi karena usianya sudah sepuh. Sawahnya di buruhkan ke orang lain untuk mengurusnya. Sayangnya Putri, pulang terlebih dahulu meninggalkan saya di rumah nenek atau yang sering saya panggil simbah.
Terlalu banyak kenangan di Desa ini, banyak yang sudah berubah dari Desa ini. Dulu waktu saya kecil, anak – anak seusia saya masih banyak disana sini bermain berbagai permainan tradisional. Namun saat ini sudah sepi tak lagi seperti dulu. Kawan – kawan saya yang masih sering berjumpa hanya Erni saja karena yang lain sudah merantau keluar dari Desa ini. Erni sendiri juga kuliah di Jogjakarta namun masih sering pulang ke rumah. Di desa ini tinggal orang tua – tua saja, sepertinya generasi penerusnya sudah merantau mengais rejeki di kota – kota besar sana. Teman – teman seusia sayapun disini sudah banyak yang menikah dan memiliki anak. Padahal saya rasa usia saya yang akan menginjak 20 tahun ini saya masih seperti anak remaja yang masih belum bisa hidup mandiri mengurus rumah tangga. Saya masih menikmati masa – masa remaja saya dengan menuntut ilmu dan bermain dengan teman – teman saya.
Semoga kedepan Desa tempat saya dibesarkan ini dapat semakin maju dan simbah saya juga dapat diberi keberkahan usia yang panjang dan kesehatan sehingga dapat melihat cucu cucunya besar dan menjadi orang yang berhasil serta membanggakan hingga saya dapat membalas budi baik beliau yang telah membesarkan saya dari bayi.
Sayangnya, saya tidak bisa ke rumah nenek saya yang satunya yang tinggal di daerah pegunungan di Desa Kali Jering Kecamatan Pituruh yang pemandangan alamnya lebih luar biasa lagi. Kalau teman – teman memandang mendaki gunung adalah hal yang luar biasa, bagi saya itu biasa saja karena setiap tahun saat lebaran tiba saya dan keluarga selalu mendaki gunung dengan jarak sekitar 3 km dengan berjalan kaki ke rumah nenek saya tersebut. Lelahnya jangan ditanya namun pemandangan disana sungguh mengagumkan. Semoga pemerintah semakin memperhatikan desa – desa pelosok seperti Desa nenek saya di puncak gunung Kali Jering sana.
Tidak terasa dua minggu ini saya lewati dengan berlibur dibeberapa kota dari Jawa Timur, Jawa Tengah hingga pulau Madura. Saatnya saya kembali menikmati libur saya di rumah dengan beberapa pekerjaan yang sudah menanti. Sampai jumpa di liburan berikutnya J



indahnya sunset di kali dekat rumah nenekku

kebun di dekat kali

tanggul 

kali kecil yang membatasi tanggul dengan rumah penduduk



Tidak ada komentar:

Posting Komentar